Sabtu, 01 Desember 2012

KAU DAN AKU,TAKKAN MUNGKIN

   "Dia sahabatku May, dan aku tidak mungkin bisa menerimanya?" sahutku pada Maya yang berdiri didepan pintu kelas.
   "Hei, apa salahnya? dia menyukaimu, mencintaimu Sya?" ungkap Maya memperjelas kata-katanya. Maya menghampiriku dengan wajah seriusnya. Sorot matanya tajam menatapku.
   Aku menyingkirkan buku yang sedari tadi ditanganku, lalu membalas tatapannya. "Tapi May, aku hanya menganggapnya sahabat, dan itu tidak akan pernah berubah sampai kapanpun." Tegasku. Sungguh, aku tidak berniat untuk mengubah keputusan bulatku, bahkan sampai kapanpun. Dan terlebih lagi dia dan aku...! ku ubris ingatanku.
   "Oke, tapi kuharap keputusanmu bisa berubah, itu pesanku." Maya meninggalkanku sendiri.
   Aku mematung sendirian didalam kelas. Otakku mencerna kata-kata Maya tadi. Bagaimana mungkin aku bisa menerima seorang sahabat menjadi kekasih? bukankah itu hal yang seharusnya aku hindari. Lalu tadi, Maya tiba-tiba datang menghampiriku dan menanyaiku. Bukankah itu aneh. Sedikitpun aku tidak pernah berfikir hal itu akan terjadi, sahabat jadi pacar. Ah, aku tidak mau dan sama sekali tidak menginginkannya.
   "Tasya?" pangilan itu membuyarkan fikiranku. Sosok Alfin berdiri dihadapanku. Entah sejak kapan dia berdiri disana. "Ada yang sedang kamu fikirkan?"
   Aku memperhatikannya untuk beberapa menit, "ada" jawabku hampir tidak terdengar.
   "Apa?" ulang Alfin.
   "Oh, enggak ada Fin," jawabku bohong. "Kamu ngapain kesini?, kok blom pulang?" tanyaku berpura-pura. Ah, bukahkah aku sudah tau jelas jawabannya.
   "Lah, emang kenapa? Biasanya kita juga bareng kok. Atau ada yang mau jemput kamu?" binar mata Alfin menggodaku.
   Aku tau Alfin pura-pura menggodaku. "Siapa yang mau jemput Fin, biasanya juga kamu yang slalu datang menawarkan kebaikan untukku" kali ini aku serius dengan ucapanku. "Atau mungkin kamu...?"
   "Tidak ada Sya," jawabnya sebelum menyelesaikan kata-kataku. "Kalaupun ada itu pasti kamu" ada nada mendalam dari ucapan Alfin.
   Aku mencari rangkaian butir-butir sorot matanya, memasuki wilayah yang paling dalam. Disana, kerlap-kerlip rona kejujuran itu telah bersemayam lama namun aku baru bisa menemukannya hari ini semenjak tadi, setelah Maya datang kepadaku. "Alfin menyukaimu Sya, dia benar-benar menyukaimu" 
  "Masih mau pulang atau tetap mau tinggal didalam kelas" Alfin mengubrisku, ia menarik lengan bajuku.
  "Oke, kita pulang sekarang". Aku mengikuti langkah Alfin dengan beribu pertanyaan.

***

   "Alfin," panggilku.
   Orang-orang didalam kelasnya menatapku aneh. Aku tidak peduli, tujuanku hanya Alfin. Keputusanku telah bulat, aku sudah memikirkannya semalaman. Hari ini aku akan menanyakan Alfin, tentang perasaannya padaku. Aku tidak ingin terlalu lama dengan praduga atau apalah namanya.
  Alfin menghampiriku yang mematung didepan kelasnya, mungkin dia heran kenapa kali ini aku yang mendatanginya. "Kamu kenapa Sya, tidak biasanya seperti ini?"
  Aku tidak menghiraukan pertanyaannya yang terlalu berbasa-basi. "Aku lebih suka kepastian Fin"
  "Kepastian? apa maksudmu.? Aku sama sekali tidak mengerti"
  "Aku akan mengajarimu untuk mengerti." Aku langsung menarik tangan Alfin, menjauhi teman-teman sekelasnya. Ku bawa ia kebelakang sekolah, menghindari keramaian. Aku melepaskan tangan Alfin.
  "Apa yang terjadi Sya, kenapa kamu membawaku kesini?"
  Aku tidak menjawab pertanyaannya, aku malah membelakanginya.
  "Sya? ada apa sebenarnya?" Alfin berusaha meraih tanganku.
  Aku menjauhi tangannya yang ingin meraihku "tidak usah berpura-pura karna aku  sudah tau apa yang sebenarnya. Cukup hanya jujur Fin." Aku tidak berani menatap kedua mata teduhnya.
   Aku bisa merasakan saat ini hanya fikirannya yang berani berucap.
   "Kenapa?"
   Alfin mulai membisu.
   "Apa kau menyukaiku?" aku memberanikan diri memandanginya. Ia tertunduk, hanya itu yang bisa ku dapati. "Kenapa Fin? apa kau bisu?"
   Alfin sama sekali tidak bergumam, hanya desahan napasnya yang teratur yang bisa kudengar.
   "Ayo jawab, apa kau benar-benar menyukaiku?" aku menggoncang-ngoncang tubuh Alfin. Mataku mulai memerah.
   "Ya, aku benar-benar menyukaimu"
   Air mataku tumpah, seketika itu aku mendorong tubuh Alfin. "Tuhan..." desahku pelan. Tubuhku lemas. Aku tidak mempercayai semuanya, tentang apa yang akan terjadi. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi.? Apa yang dikatakan Maya benar-benar kenyataan.
   "Kenapa? apa aku salah menyukaimu?" Alfin tidak menghiraukan air mataku. Ia justru mendekatiku.
   "Kau sama sekali tidak boleh melakukannya Fin, apa kau sadar?" teriakku keras.
   "Husss.... jangan kencang-kencang. Aku tidak tuli, aku masih bisa mendengar" Alfin semakin mendekatiku.
   Aku malah ketakutan dengan tingkah Alfin kali ini. Dia sama sekali berbeda dimataku. Kemana Alfin yang tadi? Saat ini dia benar-benar menakutkan.
   "Jangan takut Sya, aku masih Alfin, Alfin yang kamu kenal. Lihat... lihat aku baik-baik"
   "Kau bukan Alfin yang aku kenal!" ucapku kasar. Aku mendorong tubuhnya kasar hingga ia terjerembab. "Maafkan aku Fin, aku tidak menyukaimu, tidak juga mencintaimu. Lebih baik kau kubur saja harapanmu" tungkasku. Aku meninggalkannya sendiri. Aku menjauihinya, meninggalkannya sendirian.
   "Tapi aku menyukaimu Sya, aku mencintaimu" teriak Alfin keras.
   Aku berlari sebelum mendengar pernyataannya. "Tidak, kau tidak boleh melakukannya." Aku menghapus air mataku yang tumpah sedari tadi. "Aku tidak menyukaimu Fin, sama sekali tidak menyukaimu. Apa kau sadar kau siapa? apa kau tidak ingat dengan ikatan kita.? Kau dan aku... kita sepupu."
Add caption
   Aku terjatuh diatas lantai. Dadaku terasa sesak.
 
 




 
 
 

Jumat, 30 November 2012

DAPATKAH AKU

Dapatkah aku menolak,
Saat kau suguhkan secawan madu dihadapanku?
Dan binar matamu memintaku dengan tulus

Ah,
Aku berusaha munafiki rasa dan asa
Tapi hati tidak pernah berdusta
Aku ingin madu dari tulus hatimu

Dapatkah aku menolak,
Saat kau berikan seikat mawar merah untukku?
Meski kutau berduri
Tapi ku tak dapat memungkiri

Aku menginginkannya,
Aku mengharapkannya,
Aku menyukainya,

Ah,
Berapa kali kau tawarkan
Beribu kali aku menginginkan
Meskipun memilukan,
Tapi aku membutuhkan

PELITA API

Mengapa kau pinta hujan tatkala kau tau mentari masih bersinar terang?
Mengapa kau pinta gersang tatkala kau tau masih basah?
Mengapa kau pinta kelam tatkala kau tau masih memutih?

Usai sudah kulukis hati diatas jernih hati
Tapi kau tetap meminta api pelita hati

Sebenarnya apa yang kau mau?
Saat kupetikkan melati
Namun kau pinta mawar berduri
Dan pelangipun enggan kau lihat butiran warnanya

Sudahlah,
Jika kau ingin pergi, menjauhlah
Mungkin kau lebih bahagia, tak pernah teraniaya
Dibanding denganku, kau malah lebih ingin membisu

Jumat, 23 November 2012

SELAMAT MALAM SAYANG

Selamat malam sayang,
Dari jauh hanya kata yang bisa kukirim
Beserta do'a disetiap mimpi

Selamat malam sayang
Smoga malam ini indah yang kau miliki
Bersama nyanyian rindu yang kumiliki
Kukirim sebagai pertemanan mimpi

Selamat malam saynag,
Smoga malam ini bahagia yang kau raih
Bersamaku
Meski kita tak bertemu

Selamat malam sayang
Lewat mimpi kutitip senyum baru
Pengantar tidurmu

Selamat malam sayang
Semoga tidurmu nyenyak
Ditemani bintang malam
Berpadu memberi sinar dimimpimu

Selamat malam sayang
Ku mencintaimu disepanjang siang dan malam