Selasa, 02 April 2013

MASA LALU





            ***
            “Aku baru patah hati kak”  ungkapku pada sosok dihadapanku. Mataku lurus menatap senar gitar ditanganku.
Mata itu menyipit kemudian ia mengembangkan senyumnya, manis. “Terus, kalau kamu patah hati kamu bakal biarin diri kamu tenggelam dalam kesedihan?” ia menolehku, mengambil gitar ditanganku kemudian memainkannya.
            Aku menatap sosok itu, berfikir tentang apa yang diucapkannya. Ku tatap wajahnya dalam, ada kebenaran dari matanya yang teduh. Ah, andai saja semudah membalikkan telapak tangan untuk melupakan bayangan itu pastilah saat ini aku tidak akan pernah memikirkannya lagi. Tapi, semuanya tidak seperti itu, melupakannya tidak seindah kenyataan yang ada.
            “Mes, balik yuk?” Rara berdiri dihadapanku.
            Aku mengangguk, “aku balik dulu ya kak, besok kita main lagi”
            Sosok itu menatapku lalu mengangguk. “Benar ya?”
            Aku tersenyum, “iya”
            Engkaukah perawan itu…
            Mengipaskan angin cinta…
            Menafsir luka lara dari kerut wajahku dari senyuman pahit ku…
Engkaukah perawan itu…
Yang datang dalam mimipiku…
Menyembuh luka lama dengan suara syahdu…
Meninggalkan rasa rindu…”

Dari kejauhan meskipun samar-samar aku bisa mendengarkan lagu yang dimainkannya. Suaranya indah, merdu dan menyentuh. Tadi, waktu aku disana sosok itu sama sekali tidak ingin menyanyi walau sebersi keras apapun aku memintanya.
“Aku tidak suka yang mellow mes, aku sukanya yang ngerock. Metal” jelasnya.
“enggak apa-apa kak yang penting kakak mau nyanyi, sekali aja” pintaku berharap.
Sosok itu justru menjawabnya dengan senyuman, dan aku langsung luluh begitu saja.

***
“Senyum-senyum sendiri. Sms dari kak Andri yah?” goda Rara. Dengan sigap tangannya langsung meraih HP ditanganku.
“Rara…” teriakku tidak terima. “ Bukan kok, emang kenapa?” aku berusaha mengambil HP darinya.
“Yah, udah dihapus” ada kekecewaan dari nada Rara. “enggak asik lu” tungkasnya mengembalikan HP padaku.
Aku tersenyum puas “suruh siapa jahil gitu, lu si kepengen tau mulu gue smsan ama siapa”
“Gue kan temen lu Mes, wajar dong gue pengen tau”
“Wajar si, tapi kan..?”
Belum selesai aku menjawab, Rara menggambil posisi duduk dihadapanku. “Lu tau enggak Mes, banyak yang berubah sama diri lu semenjak kenal kak Andri” ada nada serius dari ucapannya.

“Berubah?” aku menatap diriku sendiri. “Perasaan masih kayak dulu kok, gue masih kurusankan?”
Rara menyentuh pundakku “gue serius, bukan itu tapi yang lain”
“Terus apaan?”
“Gue udah nemuin Mesy yang dulu, lu tau kenapa? Semenjak lu putus ama Fendi hari-hari lu begitu gelap. Lu sering murung, nangisin dia ampe semuanya begitu beda banget. Trus sekarang lu balik ke diri lu sendiri dan gue senang banget lihat lu yang sekarang”
Aku diam. Tidak ingin rasanya mengingat kejadian yang dulu toh hal itu sudah terjadi. Mengingatnya sama halnya menggali rasa pilu dan benci yang amat dalam. Bahkan namanya saja aku mual mendengarnya. “Gue udah pernah ngomong sama lu, jangan pernah ngingatin kenangan itu” aku berdiri memalingkan pandangan kearah yang lain.
“Sorry Mes, gue bukannya mau ngingatin lu ama yang dulu tapi justru lu harus belajar dari kejadian yang lalu”
“Nah, kenapa sekarang lu malah ngajarin gue?”
“Gue enggak ngajarin kok Mes” Rara malah ngambek “kan elu marah?”
Kalau Rara mayun aku akan luluh. “Gue enggak marah Ra, gue cuman canda jangan ambil hati gitu napa. Lu kayak baru kenal gue aja”
 Rara tidak jadi mayun ia malah tersenyum “ mes, ada sms tuh dari kak Andri”
Aku meraih HP ku dengan sigap, mengecek layarnya. Kosong. Lagi-lagi deh Rara berhasil mengerjaiku. “Emang yah, kalau sehari ajah enggak ngerjain gue hidup lu bakal hampa gitu”
“Ketahuan banget yah, hehe… peace Mes” Rara mengacungkan dua jarinya ke awang-awang. Sambil tersenyum puas.

***
Setidaknya luka bisa disembuhkan dengan seiring bergulirnya waktu. Begitulah yang sering ku dengar dari mereka yang pernah merasa patah hati. Mengapa tidak, aku juga dapat mengakuinya meskipun setengah persen dari seratus pesen. Luka itu mulai menipis dan tak terlihat lagi. Kejadian yang lalu ku anggap hanya sebatas kenangan yang tak perlu diungkit dalam ingatan. Setidaknya masa-masa menyakitkan itu adalah pelajaran yang mendewasakan kepribadian. Ku harap seperti itu dan biarlah semua menjadi nostalgia.
 Waktu begitu cepat berlalu, hari-hariku mulai seperti biasa. Aku lebih sering menulis beberapa kejadian dalam hidupku yang berubah dalam bait-bait puisi yang tidak begitu beraturan. Seperti kali ini, aku mencoba mengeluarkan isi hati.

Dan kau,
Sebait lentera yang baru terlahir dihidupku yang rumit
Secercah cahaya rembulan yang menelusuri lorong gelapnya hati
Sepercik air hujan yang menghilangkan dahaga dalam dada


 Dan kau,
Bagai senja yang hilang menghampiri sisi lainnya
Menabur senyum
Menghias sepi


“Nulis apa Mes?” kepala Rara tiba-tiba saja muncul dihadapanku, ia mengubris tanganku yang berusaha menutupi layar notebook.
“Apaan si Ra?” sewotku
Rara berhasil mengelakkan tanganku, “ya elah, gue fikir lu ngapain? Tau-taunya nulis puisi. Buat siapa ni?” Rara menatapku.
Aku mendengus kesal, “enggak buat siapa-siapa kok. Gue cuman pengan nulis ajah kan udah lama enggak nulis puisi jadinya gue kangen”
Rara menghindariku, ia duduk disalah satu sisi ranjang. Matanya menatapku seolah menertawakan tingkahku yang dinilainya begitu konyol. “Coba deh lu baca baik-baik trus lu hayati. Gue emang enggak puitis Mes tapi gue cukup mengerti kalau masalah hati” Rara meletakkan kedua tangannya didada. Memberi aba-aba yang tidak ku mengerti lalu membentuknya menjadi love. “Lu jatuh cinta ya?”
Sontak aku kanget, apa maksud Rara?. Ku pandangi puisi yang baru ku tulis. Tidak ada yang aneh, kata-katanya juga biasa menurutku.
“oke, enggak apa-apa kalau lu enggak ngaku yang jelas gue udah ngerti perasaan lu” senyum Rara jahil.
Keningku berkerut, Perasaan?. “Ra, sini deh gue mau jelasin ke elu. Lu taukan kalau lu sahabat gue yang paling baik sedunia, gue emang punya perasaan tapi bukan perasaan suka, cinta atau apalah namanya”
“hahaha… dasar yah, udah ketangkap basah masih aja ngelak”
“Rara…!”
“Lu sebenarnya suka ma kak Andri kan? Tapi lu pura-pura enggak ngerti ama prasaan lu sendiri”


“Astaga Ra, gue…” HP ku tiba-tiba berdering, satu pesan masuk. Sesaat ku pandangi layarnya, kemudian menatap Rara. Sms kak Andri.
Besok main yah
Kangen J
“Udahlah sobat gimanapun mata itu enggak bakal pernah bohong”
Kali ini aku akui aku kalah. Telak.

***
“Kamu kenapa bisa putus Mes”


Sontak saat itu jantungku seakan berhenti berdetak. Mataku yang sedari tadi fokus menatapnya yang sedang bermain gitar kini terasa perih. Pertanyaan itu yang paling ku benci selama ini. Pertanyaan yang menyebalkan, kenapa harus itu? Apa tidak ada yang lain?.
“Kok diam”
Sama sekali tidak mengerti “aku enggak mau jadi selingkuhan” jawabku singkat. Hatiku terasa begitu sakit.
“Oh… “ kak Andri kembali memainkan gitarnya.
“Jadi selingkuhan itu menyakitkan. Dari pada diselingkuhin mending putus aja” ku pandangi kak Andri serius “atau enggak mending kita aja yang nyelingkuhin” tawaku kecil. Untuk apa membenci mantan lama-lama.
Ku pandangi kak Andri, aku merasa seakan ada yang berbeda dengan kak Andri hari ini, kemana senyum itu? Senyum yang slalu ku tunggu-tunggu darinya. Senyum yang siap membuat hariku kian berbeda. Senyum yang mampu menjadikan karang hatiku pecah berhamburan. Senyum yang begitu tulus dan murni. Ah….
“HP lu bunyi An” kak Tomi, teman dekat kak Andri menghampiri kak Andri lalu mengulurkan sebuah HP.
“Siapa?” Tanya kak Andri
“Biasa” jawab kak Tomi membuatku bingung.
“Bentar yah” kak Andri tersenyum padaku kemudian menjauh.
Aku mulai curiga, ada sesuatu yang disembunyikannya dariku. Ku perhatikan kak Andri dari kejauhan, mataku tak ingin lepas dari setiap kata yang diucapkannya. Kak Andri tidak banyak berkata hanya menjawab sekedarnya saja. Tapi, mengapa aku begitu ingin tau apa saja yang dibicarakan kak Andri dengan seseorang disana? Meskipun hanya lewat HP tapi sepertinya ada yang mengganjal dihatiku.
“Lama ya?” kak Andri mengambil posisi duduknya ditempat semula. Ia lalu meraih gitarnya kemudian memainkannya kembali. “Kamu kenapa? Kok diam, enggak kayak kemaren-maren. Cerewet, hehe…” tawanya.
masa bodo, kesalku dalam hati. Dua kali kak Andri  membuatku kesal hari ini. Pertama masalah mantan, kedua karna kak Andri menjauhiku sewaktu menelpon tadi. Ah, aku benar-benar kesal.
“Mesya…Mesya…Mesya…” panggilan yang sering kak Andri lakukan padaku. Ia meletakkan gitarnya, kemudian menarik sisi bajuku.
Aku masih tetap diam. Ku pandangi HP ku, semenjak tadi sewaktu kak Andri menjauhiku aku memainkan Fb lewat HP. Ku buka nama Fb kak Andri kemudian melihat-lihat fhotonya. Ku lihat kak Andri bersama seseorang disana, tidak terlalu mesra tapi senyum itu, senyum yang slalu kak Andri tunjukkan padaku mengapa ia membaginya pada orang lain? Atau jangan-jangan senyum disana lebih dari sekedar senyum biasa. Ku pandangi kak Andri, hatiku terasa sedikit teriris.
“Kamu kenapa?” kak Andri mencoba meraih HP ditanganku. “Dari tadi kakak panggil kamu diam aja, kenapa?”
Beruntung, aku langsung mengeluarkan Fb dari HP sebelum kak Andri berhasil mengambil HPku.
“Kan kakak udah pernah bilang, enggak boleh main HP kalau lagi sama kakak. Masa kamu lupa?”
Aku tersenyum kaku, “ iya kak, aku enggak bakal lupa kok”
“Nah gitu dong, kan enak” kak Andri tersenyum
Dan aku kembali terjatuh dalam senyum itu.

***
  “Aku suka kakak” pengakuan yang bodoh memang tapi itulah kenyataannya. aku tidak bisa menyimpan rasa ini sendiri, aku telah memendamnya selama mengenalinya, lama sudah ku pendam.
Suara diseberang sana mendengus.
Aku tak peduli apa yang ku rasa kali ini. “Aku tau tentang kakak slama ini. Tapi bagaimanapun  perasaan itu benar-benar sakit kalau  dipendam”. Ku rasakan aliran darahku yang mengalir semakin deras. Jantungku berdetak lagi dan lagi. “Maaf kak, aku merusak suasana hati kakak”
“Enggak apa-apa”
Ah, suaranya merdu sekali. Jawabannya seakan menjadikan dunia gelapku terang.
“Suka itu hak setiap orang, tapi apa kamu benar-benar menyukai kakak….?” Dia membawa suasana dengan bercanda.
Aku mengangguk sendiri. “Ya” yakinku
“Kenapa harus kakak”
“Aku enggak tau kak, yang pastinya aku suka sama kakak” spontan jawaban itu mengalir dari bibirku. “Kakak... kakak suka sama aku?” ku hembus nafasku panjang. Mataku terpejam, antara takut dan penasaran akan jawaban kak Andri.
Kak Andri lalu diam untuk beberapa menit “kakak harap kamu yakin dengan perasaanmu”
           
Lalu suasana diantara kami mulai berubah semenjak malam itu.

***
Siapa yang dapat menyangka kejadian indah menjadi suram?
Siapa yang tau kejadian bahagia menjadi memilukan?
Siapa juga yang tau kalau hati yang berbunga-bunga kembali bergguguran?
Dan itulah yang aku rasakan saat ini.
            “Kak Andri emang suka sama lu Mes, tapi dia enggak mau nyakitin lu” wajah indah Rara seolah  merasakan kesedihanku.
Ku tatap Rara yang ikut duduk disampingku.
“Gue tau dari kak Tomi. Dia cerita ke gue tentang kak Andri katanya dia sayang sama lu tapi dia enggak mungkin bisa miliki lu, lu tau sendirikan dia udah...”
“... punya pacar maksud lu. Gue udah tau lama tapi gue enggak tau kenapa gue tetep pengen dekat ma dia. Gue ngerasa nyaman ajah bareng dia Ra” ku usahakan air mataku tidak keluar. “Ra, sebenarnya gue dah tau lama kak Andri punya pacar malah gue pernah lihat fhoto bareng mereka d FB” kenangku mengingat kejadian waktu itu. Tapi entah kenapa aku tetap saja menginginkan sosok itu, malah merindukannya.
“Sabar say” Rara mengelus-ngelus kepala dan pundakku.
“Mungkin udah takdir gue, jadi ngapain juga nyesel toh gue yang salah udah tau punya pacar masih ajah kepengen dekat yah ginikan akhirnya. Nyesak, sakit dan pastinya nyesal banget” aku berusaha setegar mungkin.
“Udah, lu enggak boleh ngomong gitu, seharusnya lu bersukur udah ada seorang kakak yang sayang sama lu, iya kan?”
Aku tersenyum. “Iya “ jawabku berusaha senyum.
“Kakak... kakak suka sama aku?” kembali tanya itu terkenang difikiranku.

***
“Besok kak Andri nikah”
Seperti sebuah petir di siang bolong aku mendengar kabar yang mengejutkan itu. Aku merasa tidak bisa mendengar apap-apa lagi selain hanya kata nikah dan nama kak Andri. Mataku menatap fokus kearah Rara.
“Nikah?” ungkapku pelan namun sangat sakit.
“He’eh” Rara mengusap bahuku. Matanya meyakinkan tanyaku.
Aku pura-pura masuk kekamar mandi. “Gue mau nyuci muka dulu” tandaskku perih. Langkahku lunglai, kepalaku terasa amat sangat berat. Ada apa ini? Mengapa sesakit ini? Toh aku dan kak Andri tidak ada hubungan apa-apa tapi kenapa rasanya sakit. Ku tekan dadaku agar perih ini hilang. Percuma saja, malah akan semakin sakit. Air mataku tidak bisa diajak kompromi, begitu saja mengalir dan terus mengalir. Ku putar kran agar tangisku tidak terdengar oleh Rara. Aku tak tau apa yang harus ku lakukan saat ini. Bingung.
“Lu ngapain Mes?” Rara mengendor-gedor kamar mandi beberapa kali.
Segera ku hapus air mataku dan mencuci muka. “Gue lagi nyuci muka”
“Lama banget, jangan bilang kalau lu nangis” teriak Rara.
“Gue enggak nangis kok” elakku. Segera ku buka pintu kamar mandi. Tak ku pedulikan tatapan aneh Rara.
Rara menarik tanganku, “tuh kan, lu nangis”
Kali ini aku benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa, air mataku begitu saja mengalir. “Gue enggak bisa Ra, gue udah nyoba sabar tapi sama sekali enggak berhasil. Rasanya sakit banget disini” ku usap-usap dadaku yang perih
“Lu harus kuat, harus tabah” Rara ikut menangis

***
Dan kali ini tiada lagi hari yang sama
Saat matahari terbit
Semua kosong bahkan terasa hampa
Hilang sudah

Senyum itu punah menjadi tangis
Biarlah,
Kelak laksana malam kan ditemani sang purnama
Bahkan bintang juga kan bersinar

Ku save puisi terakhirku. Malam ini aku memandang langit diluar jendela. Balkon kamarku terasa sepi, ku tatap HP ku tak ada lagi nada sms yang biasanya mengganggu sunyiku. Mungkin saja seseorang itu bukanlah matahari yang benderang untukku, bukan juga purnama barangkali suatu hari nanti bintang-bintang kecil disana berkumpul menjadi satu cahaya yang indah. Lalu menghampiriku dengan sinarnya yang tulus.
Ku tatap kembali layar notebook ku, kenangan itu takkan pernah hilang. Dua sisi yang berbeda namun datang dengan niat yang tulus. Kemudian pergi selamanya. Selamat tinggal kenangan bisikku sendu.


:) sebuah nostalgia lama :)
:) trimakasih telah mengajarkanku apa itu arti kasih sayang yang sesungguhnya :)