Aku tidak mengerti mengapa kau
menyukai Paris. Aku juga tidak mengerti mengapa kau slalu menyelipkan kata
Paris di sela-sela pembicaraan kita. Aku tidak tau mengapa Paris itu
menakjubkan bagimu. Paris seperti sihir yang memberi sebuah celah untukmu
berjalan menghampirinya. Paris melebihi keindahan alam dimanapun, katamu.
Bukan. Bukan
aku tidak menyukai Parismu yang indah. Bukan jua aku cemburu jua marah. Bukan
pula aku merasa tersaingi. Aku hanya ingin tau seberapa besar rasa takjubmu
pada Parismu. Seberapa rasa inginmu untuk menginjakkan angan besarmu padanya.
Seberapa kuat keinginanmu untuk meraihnya serta bisa menyentuhnya tanpa sebatas
angan saja. Aku hanya ingin tau. Itu saja.
“Karna kau
belum bisa merasakannya,” ujarmu di sela-sela perbincangan kita.
Aku
menatapmu. Ice cream yang tadinya ingin ku lahap berhenti seketika. Moodku
sedikit berkurang.
“Ah, tak
perlu kau tau. Nanti saja, kalau kau sudah siap akan ku katakan alasan yang
sebenarnya.”
Keningku
berkerut. “Alasan?” tanyaku tidak mengerti.
“Iya,”
jawabmu sembari menatapku.
“Begitu
rahasianya sampai kau tidak ingin mengatakan padaku apa yang sebenarnya.” Aku
berusaha tersenyum. Menutupi rasa penasaranku. “Kau tau, aku memang sosok
wanita yang penasaran tapi aku bukan pemaksa. Kalau kau tidak bersedia yah
tidak apa-apa,” jawabku. Aku menelan ludah, getir.
“Kau tau,
itulah yang membuatku kagum padamu,” sorot mata itu menatapku dalam.
“Kagum?” tanyaku menghidari tatapannya.
“Kau sosok
wanita yang apa adanya, tidak pernah berubah menjadi yang lainnya.”
Aku tertawa.
“Sudahlah, kau jangan memujiku. Aku tidak suka dengan pujian yang sebenarnya
bisa membuatku mati rasa dalam sedetik saja.” Aku berdiri lalu meraih tas yang
disampingku.
“Kau mau
kemana?” sosok itu ikut berdiri.
“Aku ingin
mencari Parismu,” jawabku kemudian meninggalkannya sendiri.
“Tapi Paris
itu jauh,” ujarmu pelan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar