Rabu, 07 Januari 2015

New Year







Ah, aku ingat. Aku ingat apa saja yang terjadi di antara kita. Aku ingat apa yang slalu kita bicarakan setiap kali matahari yang menyengat itu berganti dengan biasnya sang purnama lalu menjadi teman paling setia di antara kau dan aku. Tentu aku ingat tentang apapun itu. Begitu juga  musim yang kini berganti. Waktu yang sebenarnya ingin kulewati semakin menepi. Katamu, ya, lebih tepatnya ucapanmu slalu menjadi bisik-bisik di telingaku. Entah kau percaya ataukah tidak aku tak peduli. Yang pasti aku tidak pernah berdusta pada diriku sendiri.

Sudah pernah kuceritakan sebelumnya. Bahwa jarak ialah benih dari penantian. Dan aku sabar untuk menanti. Terlalu bodohkan jika kukatakan aku ingin menantimu? Terlalu bodohkan jika kukatakan aku hanya ingin menunggumu di saat yang tepat untukmu dan aku? Aih, ada-ada saja aku. Aku benar-benar telah masuk ke dalam perangkap yang aku sendiri tak ingin ke kembali. Tak mengapa, jika perangkap itu ialah kau.

Hei... Kau tau? Malam itu, malam tepat pergantian tahun baru. Malam yang kata mereka sebuah keindahan dengan petasan serta hamparan kembang api yang menari-menari di langit. Sangat mempesona, sangat menakjubkan, sangat berkesan, sangat menawan. Tapi tidak denganku, sungguh. Jika saja aku bisa memutar balikkan jam yang berdentang di dinding sana, pastilah akan kuulangi waktu semenit yang lalu. Ya, hanya semenit... kau tau kenapa? Saat itu mataku tak beralih dari handphone di tanganku. Aku sama sekali tidak bisa membuka kontras mataku dengan sangat jelas. Bukan karna penglihatanku yang semakin rabun. Tidak! Melainkan suatu harapan di dalamnya. Kau akan memberi tahuku tentang malammu yang entah dimana letaknya. Kau kabarkan bagaimana kau melihat petasan yang sengaja kau gaduhkan dengan tawamu. Hanya itu saja. Namun, lagi-lagi aku menopang sebuah kehampaan berbalut gelisah. Kubuang jauh rasa itu bersama tumpukan kobaran api di hadapanku. Bersama asap yang kian melambung mengalahkan kembang api yang meliuk-liuk lalu pecah di angkasa. Berharap dalam hati kau akan melihatku meski hanya lewat jarak jauh. Ya, itu saja.

Dan waktu kembali berlalu...

Dua hari kemudian. Ah, lagi-lagi terbawa perasaan. Sungguh menyebalkan! Aku tidak pernah merasakan hal seperti ini. Sebuah pemikiran yang membuatku linglung. Aih, perasaan ini bermainkan hati yang akhirnya galau sendiri. Apa kau tau? Sebenarnya aku ingin memintamu ke sini, ya, kemari. Sebelum pergantian kalender baru yang nanti akan banyak terpampang dimana-mana. Ingin memintamu datang ke tempatku untuk menyaksikan kobaran petasan api yang bewarna-warni. Bersama riuh dan gaduhnya kota Jakarta yang menyesakkan jiwa. Bersama lampu-lampu di pinggir jalan serta roda-roda kendraan yang lalu lalang. Namun mulutku kaku, aku tak mampu mengatakan padamu untuk datang padaku. Aku terlalu takut melakukannya. Dan pada akhirnya, aku memilihmu untuk melanjutkan pertualanganmu. Pilihan yang sulit memang namun aku harus bersikap tegas. Toh, aku yakin suatu nanti bukan jam ini, detik ini, lebih tepatnya nanti kau hadir di setiap hari. Untuk itu, tetaplah seperti itu, jangan berubah dalam hal apapun.

I miss you all the way J



Jakarta, 08 Jan’15


Tidak ada komentar: