Kamis, 30 April 2015

Dia Itu






            Dia itu tidak akan pernah memberi tahu kapan dan kemana dia seharian. Tidak akan pernah memulai percakapan. Tidak pernah memberi kesan menyenangkan. Tidak pernah tau cara romatis pada pasangan. Benar-benar dingin.

            Dia itu harus aku duluan yang memulai. Dari mana saja? kemana saja? lagi apa? Apa kabar? Bagaimana harimu? Sehatkah? Dan seterusnya. Dia benar-benar kaku dan tidak tau cara membahagiakanku meski dengan satu patah katapun. Tidak pernah.

            Dia itu laki-laki dingin dan terkesan tidak peduli. Tidak ada kejutan setiap kali bercerita. Tidak ada kalimat pendiri kekuatan ketika aku lagi bosan. Bahkan dia benar-benar tidak peduli. Aku bingung harus bagaimana. Aku tak tau bagaimana menghadapinya. Bahkan menurutku dia sangatlah kaku.

            Dia itu membuatku pusing. Entah apa yang sedang dia fikir. Saat aku sedang memakinya dengan kalimat saat itu dia akan merespon kemudian kembali diam. Ketika aku memujinya dia akan menjawab lalu kembali diam. Lantas? Haruskaha aku berlari dulu agar dia tau bagaimana sulitnya aku berjuangan dengan semua kekuatanku? Haruskah aku berlari terlebih dulu agar dia tau bagamana caraku menyibukkan diri ketika tak ada kabar darinya? Haruskah begitu. Haruskah?

            Dia terkesan cuek dan jutek. Tak pernah perhatian walau hanya sedikitpun. Sosok sepertinya harus menyediakan seribu karung kesabaran. Meninggikan rasa kesabaran serta menurunkan emosional. Tahan amarah adalah jalannya. Bicara lembut adalah caranya. Setidaknya begitu.

            Dia itu membuatku hampir frustasi setiap harinya. Bisa kau bayangkan bukan? Dengan jarak jauh yang menguji kepercayaan. Dengan jarak jauh yang menguji kekecewaan, dengan jarak jauh yang melapangkan dada. Menghadappi orang sepertinya ku butuh banyak usaha. Ya, dan tentu saja. namun, aku berusaha semampuku membuka mata dengan apa yang telah kulakukan. Dengan caranya yang setiap harinya cuek, acuh tak acuh serta tak peduli padaku aku bisa belajar. Bahwa mencintai bukanlah tentang memberi kabar setiap hari. Bahwa mencinta bukanlah tentang memberikan tawa setiap perbincangan. Bukan itu. Tentu saja bukan. Bahwa cinta itu adalah kedewasaan. Bagaimana menghargai satu sama lain, bagaimana cara menghadapi pribadi masing-masing tanpa harus memberikan emosi. Tanpa harus mengutamakan amarah. Karna cinta itu pengertian bukan tentang kelabilan.

            Dia itu... laki-lakiku dengan misterius yang mengangumkan.

            Love you :*




Jakarta, 30 Apr. 15

Tidak ada komentar: