Dia
itu tidak akan pernah memberi tahu kapan dan kemana dia seharian. Tidak akan
pernah memulai percakapan. Tidak pernah memberi kesan menyenangkan. Tidak
pernah tau cara romatis pada pasangan. Benar-benar dingin.
Dia
itu harus aku duluan yang memulai. Dari mana saja? kemana saja? lagi apa? Apa
kabar? Bagaimana harimu? Sehatkah? Dan seterusnya. Dia benar-benar kaku dan
tidak tau cara membahagiakanku meski dengan satu patah katapun. Tidak pernah.
Dia
itu laki-laki dingin dan terkesan tidak peduli. Tidak ada kejutan setiap kali
bercerita. Tidak ada kalimat pendiri kekuatan ketika aku lagi bosan. Bahkan dia
benar-benar tidak peduli. Aku bingung harus bagaimana. Aku tak tau bagaimana
menghadapinya. Bahkan menurutku dia sangatlah kaku.
Dia
itu membuatku pusing. Entah apa yang sedang dia fikir. Saat aku sedang
memakinya dengan kalimat saat itu dia akan merespon kemudian kembali diam.
Ketika aku memujinya dia akan menjawab lalu kembali diam. Lantas? Haruskaha aku
berlari dulu agar dia tau bagaimana sulitnya aku berjuangan dengan semua
kekuatanku? Haruskah aku berlari terlebih dulu agar dia tau bagamana caraku
menyibukkan diri ketika tak ada kabar darinya? Haruskah begitu. Haruskah?
Dia
terkesan cuek dan jutek. Tak pernah perhatian walau hanya sedikitpun. Sosok
sepertinya harus menyediakan seribu karung kesabaran. Meninggikan rasa
kesabaran serta menurunkan emosional. Tahan amarah adalah jalannya. Bicara
lembut adalah caranya. Setidaknya begitu.
Dia
itu membuatku hampir frustasi setiap harinya. Bisa kau bayangkan bukan? Dengan
jarak jauh yang menguji kepercayaan. Dengan jarak jauh yang menguji kekecewaan,
dengan jarak jauh yang melapangkan dada. Menghadappi orang sepertinya ku butuh
banyak usaha. Ya, dan tentu saja. namun, aku berusaha semampuku membuka mata dengan
apa yang telah kulakukan. Dengan caranya yang setiap harinya cuek, acuh tak
acuh serta tak peduli padaku aku bisa belajar. Bahwa mencintai bukanlah tentang
memberi kabar setiap hari. Bahwa mencinta bukanlah tentang memberikan tawa
setiap perbincangan. Bukan itu. Tentu saja bukan. Bahwa cinta itu adalah
kedewasaan. Bagaimana menghargai satu sama lain, bagaimana cara menghadapi
pribadi masing-masing tanpa harus memberikan emosi. Tanpa harus mengutamakan
amarah. Karna cinta itu pengertian bukan tentang kelabilan.
Dia
itu... laki-lakiku dengan misterius yang mengangumkan.
Love
you :*
Jakarta, 30 Apr. 15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar