Kamis, 01 Oktober 2015

AKU




"Bagaimana kalau kita lupakan saja. Percayalah, semua akan baik-baik saja."

Mataku hampir bernanah mendengar kalimat singkat namun menyanyat itu. Bagaimana mungkin bisa mengucapakan kalimat searogan itu? Aku ini punya hati, dan hati adalah perasaanku. Jadi, jangan salahkan jika aku sering mengeluh dan menangis.

"Kenapa? Ada yang salah?"

Gila. Ini benar-benar gila. Masih saja angkuh.

"Kau tidak akan pernah tau bagaimana AKU. Karna kamu bukan AKU." Sengaja kutekan kalimat AKU. Agar dia tau betapa sakitnya menjadi AKU.



"Aku tau apa yang kau fikirkan. Aku tau apa yang kau rasakan. Tapi, cobalah jalanin semuanya dengan normal. Jangan terlalu kau fikirkan. Aku takut kau malah stress."

Persetan! Aku hanya butuh obat depseri sekarang.

"Kau terlalu kekanak-kanakan," tambahnya seakan membaca fikiranku barusan. "Percuma kau berkata jorok. Toh, semuanya sudah terjadi. Dan tak ada satupun yang akan mengerti kecuali hanya aku. AKU. Kau paham'kan?"

Aku bungkam. Kali ini mulutku terkunci. Ya, benar saja. Tak ada yang mengerti. Tak akan ada yang bisa membangkitkan semuanya. Yang berlalu hanya tinggal bongkahan rasa cemas dan takut. Khawatir yang berlebihan.

"Berdirilah. Lihat aku, tatap aku," pintanya. Kali ini suara itu terdengar sangat lembut.

Aku berdiri. Kuperhatikan sekilas pantulan di cermin. Hanya banyangan wajahku di sana. Menatap kearahku dengan seksama. Jadi? Sejak tadi aku bicara dengan siapa? Kuperhatikan sekelilingku. Tak ada orang hanya aku sendiri.

"Kau bicara denganku."

Cermin di hadapanku berbicara, seakan menjawab rasa penasaranku.

Astagaaaa ... aku hampir pinsan.



Ciputat, 02 Okt'15 12:22

Tidak ada komentar: