Selasa, 24 Maret 2015

Kau tau?







Kau tau mengapa aku suka sekali dengan menulis? Menulis adalah sebagian dari perjalanan hidup. Yang tak perlu di dengarkan orang lain. Tak perlu di komentari orang lain. Cukup berkeluh kesah serta memuntahkan semua yang terjadi di dalam otak. Tak akan ada yang mengeluh dan marah. Tak ada seorangpun yang akan memakimu. Tak seorangpun, aku yakin.

Menulis seperti mengikuti setiap gerak-gerik hati. Ya, karna menulis adalah isi hati. Tak ada yang lebih jujur selain tulisan. Ia slalu menerima muntahan isi perutmu, ocehanmu, amarahmu, bahagiamu, sedihmu, senangmu, segala sesuatu yang berkaitan dengan hidupmu. Sungguh, takkan pernah membencimu.

Tidak dengan yang lain, terkadang mereka menerima ucapanmu, mengiyakan, memberi masukan namun diam dan pelan ia menghunuskan pisau di punggungmu. Kau... bisa jadi korban yang kesekiannya.

Menulislah! Sebab tulisan tidak akan pernah hilang sepangjang zaman.







Jakarta, 25 Mar’15


Kekasihku




Kekasihku...
Tidakkah kau rasakan basah tanah di tempatmu karna gerimis hujan sore ini? Membawa sejuta percikan rindu yang kukayuh bersama dermaga biru. Di sana, di sudut kota yang penuh dengan para pecundang serta musisi jalanan.

Kekasihku...
Tidakkah kau rasakan kerasnya angin di sore ini? Saling berebut mencari tempat tuk menghampiri. Menyampaikan kisah rindu yang kusimpan rapat di dadaku. Beserta gerakan irama bersambut siulan angin malam. Kemarilah... kita dawaikan angin yang mulai menepi di penghujung senja. Akan kuajari kau bagaimana namanya bercinta dengan ritma.

Kekasihku...

Tidakkah kau rasakan siulan merpati di kotamu? Nadanya pelan menghantarkan melodi di ujung cerita rindu. Kukatakan aku merinduimu tanpa sebab musabab yang dikatakan orang percuma. Tapi, taukah kau kekasihku? Di antara sore yang beranjak malam serta berganti pagi ada sebuah cerita yang diam-diam kusembunyikan sebelum fajar menghampiri. Kukutipkan di secarik kertas di atas kanvas hidupku. Di dalam setiap munajat do’aku, kupinta pada Tuhan agar kelak kau membawaku pada tempat yang di sebut sebagai singgasana mahligai indah. Kelak, di sana kita akan bebas terbang serupa pasangan merpati yang bergurau sepanjang hari.

Kekasihku...
Sore ini, dengan aroma tubuh bumi yang di basahi angin serta sisa hujan tadi. Ku do’akan dirimu menjadi pertama dalam dekapan hidupku. Menjadi sosok pemberi semangat setiap kala kuterjatuh. Semoga Tuhan slalu melindungimu dalam hari.

Aku dan sejuta rindu di kota padat kini menantimu. I miss you :)




Jakarta, 23 Mar’15


Hujan di Akhir Maret





Kututup lebih rapat pintu yang melindungi kamarku dari dingin yang menarik-narikku sejak pukul lima sore tadi. Berharap angin yang mulai menerobos dedaunan di depan rumah tetanggaku takkan terbang singgah ke depan teras. Selang lima menit, kutarik sebuah jaket yang tergantung di belakang pintu dekat kamar tidur lalu kueratkan keseluruh tubuhku. Kenapa angin di luar sana seakan masih mampu menguliti tubuhku? Menjalarkan dingin yang membuat tubuhku serasa berada di bawah nol derjat celcius.

Kurapatkan tubuhku kedinding. Kupeluk kedua lututku dengan tangan kosong lalu menenggelamkan kepalaku di dalamnya. Ada yang lebih dingin di banding angin yang kini berganti dengan hujan di luar sana. Ada yang lebih dingin dan pekat di banding hujan serta guntur yang bersahutan di luar sana. Ada. Sesuatu yang menerobos kulit ariku lalu berlahan mengalir lewat darahku dan bercampur dengan napasku. Sesuatu yang membuatku terasa semakin sesak dan sakit. Kucoba menahan kepalaku lama di atas lutut. Aku ingin berlama-lama melakukan hal ini. Aku ingin menahan dadaku yang sesak di dalamnya. Aku ingin sekali menenggelamkan dengan apa saja agar sesakku segera hilang.



Dua jam berlalu namun hujan tak kunjung reda. Bukankah akhir Maret tak pernah berakhir dengan hujan? Hujan slalu berakhir di akhir tahun. Dan semua akan kembali di hiasi terik matahari. Kugeser sedikit penutup jendela kamar yang menghalangi pemandangan. Hujan masih saja belum bersahabat. Sekarang hanya ada aku dan sepi. Tak ada yang ingin menemani selain hujan di sana. Kuraih tas lalu mencari benda yang slalu kubawa kemanapun. Kosong. Tak ada pesan, tak ada BBM tak ada panggilan. Akhir bulan slalu saja berhasil membuatku galau. Dan kata-kata bodoh slalu menjadi kutukan tersendiri buatku. Dasar! Umpatku kecil.



Kau tau Maret?
Satu bulan sebelum kau datang seolah menjadi kenangan tersendiri bagiku. Februari namanya. Bulan dengan Valentine di dalamnya. Dan para remaja seusiaku atau mungkin di bawahku juga di atas umurku slalu menyukainya. Tapi tidak denganku, sungguh. Tentu saja alasan yang tepat karna aku adalah seorang muslimah dengan jilbab yang masih merekat di kepalaku. Meskipun sebenarny aku masih jauh dari kata baik, tapi setidaknya untuk aturan agama aku masih tau untuk menjalankannya. Ya, begitulah sekiranya. Dan alasan yang lain aku tidak ingin menyebutnya. Sungguh! Mengingatnya sama halnya dengan merebus udara di sekeliling dan berubah menjadi racun mematikan. Dan aku benci setiap kali mengingatnya.

Ferbruari dan Maret. Dua bulan yang masih saja ingin melaju dengan hujan. Hujan dengan genangan air mata di dalamnya. Hahahaha... aku tertawa boleh? Hei, jangan ledek aku dengan sebutan orang bodoh karna yang mengataiku bodoh hanya aku seorang dan aturan yang lainnya telah kutulis dengan kata, ‘not for other.’ Baiklah, kembali ke hujan. Hujan yang belum juga reda dengan kilat yang bersahutan di atasnya. Barangkali ia ingin balas dendam dengan sebutan banjir di dalamnya.

 Kau tau Maret? Ini sudah akhir. Aku ingin mengakhiri bulan di dalamnya dengan sebutan April. April dengan kelahiran tanggal baru. Dengan kelahiran semangat baru. Dengan kelahiran nuansa baru. Untuk itu Maret, jangan menangis lagi. Tutuplah bulan ini tanpa hujan di dalamnya. Tanpa gemerisik langkah yang di derai gemercik langkah indah. Tetaplah menjadi Maret dalam doa nan tanpa sisa air mata.

Selamat akhir Maret hujan di akhir Maret.




Jakarta, 23 Mar’15









Rabu, 11 Maret 2015

The Heart Wants What It Wants







You got me sippin' on something
I can't compare to nothing
I've ever known, I'm hoping
That after this fever I'll survive
I know I'm acting a bit crazy
Strung out, a little bit hazy
Hand over heart, I'm praying
That I'm gonna make it out alive

The bed's getting cold and you're not here
The future that we hold is so unclear
But I'm not alive until you call
And I'll bet the odds against it all
Save your advice 'cause I won't hear
You might be right but I don't care
There's a million reasons why I should give you up
But the heart wants what it wants

You got me scattered in pieces
Shining like stars and screaming
Lightening me up like Venus
But then you disappear and make me wait
And every second's like torture
Hell over trip, no more so
Finding a way to let go
Baby baby no I can't escape

The bed's getting cold and you're not here
The future that we hold is so unclear
But I'm not alive until you call
And I'll bet the odds against it all
Save your advice 'cause I won't hear
You might be right but I don't care
There's a million reasons why I should give you up
But the heart wants what it wants (x4)

This is a modern fairytale
No happy endings
No wind in our sails
But I can't imagine a life without
Breathless moments
Breaking me down down down

The bed's getting cold and you're not here
The future that we hold is so unclear
But I'm not alive until you call
And I'll bet the odds against it all
Save your advice 'cause I won't hear
You might be right but I don't care
There's a million reasons why I should give you up
But the heart wants what it wants (x4)

The heart wants what it wants baby