Sabtu, 10 Desember 2016

Hati



Pada langit yang tak berjendela
Pada bumi yang tak berpintu
Dengan langkah gemulai aku menghitung jari
Bersama derasnya hujan di pinggir hati
Kubawa kakunya kaki menjauh
Menjangkau bahagia yang tertunda dengan rasa perih
Semoga lusa tidak terulang sakit kembali

Berkali-kali kusematkan pinta dalam doa
Tuhan, jangan palingkan rasaku
Pun perasaan kekasihku padaku
Sebab darinya awal kurajutkan segala asa yang ada
Meski kutau kudapati luka lama
Tak pernah ada salah bukan dengan yang telah lalu?

Tuhan ...
Sekali ini atau berkali lagi aku pinta
PadaMu, tolong buang rasa membara dalam dada
Tentang apapun itu


***
            Separuh dari jiwaku hancur sudah. Separuh jiwaku yang dulunya penuh kini hancur berkeping-keping. Luka baru kembali merenggut hatiku. Sakit. Tak bisa kubuat baik-baik saja. Sungguh aku tak bisa. Meski berpuluh kali kucoba membiarkannya agar sembuh sendiri namun nyatanya ia tak pernah baik lagi.
            Aku mencoba berdamai dengan hati. Mencoba tersenyum membawa luka di hati. Tapi, tidak. Sungguh aku tidak baik-baik saja. Mungkin butuh sedikit terapi jiwa, butuh seorang Psikiater agar bisa mengobati jiwa.
            Ah, lagi. Bukan karna itu. Aku terlalu lupa pada siapa yang pantas kuadukan segenap jiwaku. Aku terlalu lupa bahwa Tuhan masih menyimpan segala kebaikanNya untukku. Agar aku tau padaNya jua aku pantas mengadu. Ya, aku butuh.

***
            “Kau baik-baik saja Hati?”
            Kucoba berdiskusi sendiri.
            “Tidak.”
            Jiah, singkat slalu jawabannya.
            “Akan kubawakan kau sosok hati yang baru lagi. Kau mau?”
            “Tidak.”
            “Atau mau kutambahkan satu lagi. Dua.”
            “Tidak.”
            “Baiklah. Kalau begitu apa yang kau mau?”
            “Bersihkan aku dari sampah-sampah masa lalumu.”
            Oh, Tuhan, maafkan sisa waktuku yang slalu kubawa dengan burukku. Aku tidak ingin lagi memulai sesuatunya dengan sakit hati.


Malam minggu, 10 Des’16 (18:55)

           


Jumat, 02 Desember 2016

KEMANA?



Kemana berlari hati?
Sedangkan engkau terikat mati

Kemana engkau menjauh hati?
Sedang engkau di segel mati

Sudah jalan manapun kau tapaki
Sudah perkara apapun kaulalui
Kau sudah belajar banyak makna hati
SUdah tau susah bagia itu kan makan hati

Mau kemana kau pergi hati?
Berdiam diri saja kau hati
Toh, siapapun slalu membuatmu makan hati
Lantas kau biarkan saja baik-baik hati

Kemana?
Di sini saja
Nikmati petang yang berbagi malam
Kelak kau akan temui bahagiamu


Jum'at. 02 Des'16

RAPUH



Jiwa-jiwa mana yang telah menghantam?
Raga-raga mana yang telah menangis?
Bak ombak menerjang pantai
Lalu menghantam karang di pinggir hati

Tubuh yang tertinggal
Tulang yang hampir tak berkulit
Baginya semu segala rasa
Entah apa yang melepuhkan dada

Ruh sudah ingin melayang
Jauuuhhh ...
Ingin tinggalkan raga yang tak bertubuh
Ingin tinggalkan jiwa yang tak bernyawa



Rapuh aku

Menangis aku

Tersiksa aku

Adakah yang ingin membantu?
Beribu kali kuteriakkan 
Berratus kali kupintakan
Tak ada yang mau datang

Semu

Hampa

Rapuh

Aku ingin seperti mereka 
Kekasih yang tak berkhianat
Aku ingin seperti mereka
Keluarga yang bahagia

Tak sepertiku
Kesepian 
Kesunyian
Bagaikan pelaj*r yang menanti belas kasihan


Sh*t aku benci 
Rapuh


JUm'at, 02 Desember 2016 (17;30)

HATI




Kuketuk hati
Barang kali di sana tak lagi sepi
Seperti asap yang muncul ketika ada api

Kuketuk hati
Yang lama sekali tak terobati
Hampir lupa bagaimana caranya menyapihi

Lalu dari dalamnya
Hitam gemerlap mulai bermunculan
Masuk entah dari mana saja
Berlawan pun jadi



Kuketuk hati
Yang hampir mati
Sebab sakit sudah lama sekali

Kuketuk hati
Adakah yang mengerti?
Di sini sepi

Tak kudapati siapa-siapa bersamanya
Ia sudah mulai melepuh sendiri
Sebab sudah banyak sakit hati

Kuketuk hati
Bersama Tuhan aku percayakan diri
Agar ia bersih kembali

Semoga.


Jum'at 02 Des'16 (17:22}