Rabu, 02 April 2014

DAN TAK MUNGKIN





Bagaimana mungkin aku bisa mencintamu? Aku fikir ini bukanlah hal yang wajar. Yah, tentu, ini sudah diluar pemikiranku. Aku dan kamu sudah jelas dua insan yang tak mungkin bisa bersatu sampai kapanpun.  Apa kamu lupa apa yang sebenarnya terjadi diantara kita berdua. Apakah aku harus menjelaskan berulang kali dengan kata-kata yang sama?. Sudah tentu tidak mungkin. Kamu bukanlah anak kecil yang harus berulang kali membutuhkan penjelasan hingga kamu merasa puas. Sudah cukup kali ini, toh aku yakin kamu juga sudah mengerti.
“Aku tidak akan menyerah Sofia. Sampai kapanpun aku akan tetap memperjuangkan cintaku padamu,” jelasmu sore itu padaku. Tatapanmu menyiratkan harapan terdalam.
Aku tidak berani menatapmu yang kini duduk tepat disampingku. Haruskah aku mengulanginya kembali?.
“Kau tau Sofia. Aku mencintamu semenjak dulu. Dulu, saat kita masih kecil dan slalu bermain bersama,” ia kembali mengingatkanku pada kenangan sepuluh tahun yang lalu. Saat dimana kenangan indah itu kami lalu bersama. “Lalu dengan harus apa lagi aku menjelaskannya,” ia mulai meraih tanganku.
Aku masih tetap membisu. Adakah yang salah dengan namanya cinta pada masa kecil dulu?. “Tapi ini tidak mungkin Kevin,” ku tarik tanganku menjauh darinya. Angin sepoi-sepoi membelai poniku. Hatiku sungguh sesak. Dengan alasan apa lagi aku harus mengungkapkannya?.

***
“Coba tebak Sofia, siapa yang mama bawa,” aku mengalihkan perhatianku dari buku novel yang ku baca pada sosok pria yang ada dibelakang mama. “Gak tau ma,” jawabku.
“Yah, masa lupa,” jawab mama.
Sosok yang ada dibelakang mama kini beralih menghadapku. Aku coba mengingat-ingat siapa yang dimaksud oleh mama.
“Dia teman kecil kamu dulu Sof, waktu kamu masih tinggal di rumah nenek di kampung,” mama mengingatkanku.
“Kevin?” ujarku kaget. Ya Tuhan, sosok yang dulu begitu cupu dan culun sekarang sangat berbeda. Wajahnya kini sangat menawan bahkan mampu menggodaku dalam hitungan detik saja. “Ini beneran Kevin Ma?” aku masih tidak mempercayai penglihatanku. Aku masih ingat, Kevin dengan penampilannya yang lugu membuat semua keluarga meledeknya termasuk aku. Dia begitu sering ku buat menangis.
Mama mengangguk untuk meyakinkanku. “Nah, karna sekarang Kevin  kuliahnya bareng kamu jadi mama mutusin kalau Kevin tinggal bareng kita,” jelas mama yang membuatku semakin kaget lagi.
“Sekarang giliran aku yang bakal ngeledek kamu,” Kevin membisikkan kata-katanya ditelingaku.
Aku memukulnya dengan buku ditanganku. “Dasar,” umpatku.
***
Dua bulan setelah kehadiran Kevin.
Kevin sengaja mengajakku ke taman belakang kampus sehabis mata kuliah. Katanya ada yang harus ia jelaskan padaku. Aku mengikuti langkah kecilnya di sisi kiriku. Pandanganya sungguh teduh sekali. Aku yakin siapapun yang melihatnya akan jatuh hati. Kevin mengulurkan novel berjudul “SPRING” padaku. Itu adalah novel favorit yang slama ini ku cari-cari di google tentang sinopsisnya.
“Apa yang mau kamu omongin Vin,” tanyaku. Ku buka novel pemberiannya.
“Aku bingung harus dari mana Sof,”
Ku alihkan pandanganku padanya. “Loh, emang kamu mau ngomong apa? Kok bingung?”
Kevin menatapku. “Kamu tau kenapa aku bingung?”
Aku mengeleng. “Tentang pelajaran di kampus? Atau suasana di sini jauh berbeda dari tempatmu?”
Kevin menggeleng. “Bukan,” jawabnya datar.
“Kalau bukan, terus apa?” aku menutup buku ditanganku. Kenapa denganKevin? Mungkinkah dia sudah tidak betah tinggal di rumahku selama ini?.
“Aku mencintaimu,” tuturnya. Matanya menerobosku begitu dalam.
“Apa?” aku hampir kaget dibuatnya. Buku ditanganku hampir terjatuh. Kevin pasti bercanda.
“Aku serius. Aku mencintaimu Sofia,” ulangnya lagi.
Aku berdiri. “Aku gak mau kamu bercanda Vin. Ini bukanlah saat yang tepat,” kenapa aku jadi membenci ucapannya barusan.
Ia menarik napas kemudian berdiri menghadapku. “Aku tidak pernah bermain-main dengan ucapanku.”
“Aku benci dengan ucapanmu tadi Vin,” ku tinggalkan Kevin yang mematung sendiri.
“Kevin itu sepupu kamu Sof. Jadi mama sarankan kamu harus bisa memperlakukan dia kaya sodara kamu,” ujar mama padaku dua minggu setelah kedatangan Kevin.
Sepupu?.“Kok aku baru tau ma, kan dia teman kecil Sofia dulu. Mama kenapa baru bilang,” jawabku. Kenapa begitu berat mendengar kata-kata mama. Seperti ada yang hilang dari separuh hatiku.
“Mama sengaja nyembunyiinnya dari kamu. Karna mama udah ngerencanain kalau kalian udah kuliah nanti mama mau bawa Kevin kesini.” Mama membelai rambutku.
Aku hanya mampu diam malam itu. Diam dengan hatiku yang tak menentu.

***
Setahun  setelah kehadiran Kevin.
“Kau tau apa yang sedang aku fikirkan sekarang,” jelasku pada Kevin. Kami sama-sama duduk di taman belakang kampus.
“Kau sedang memikirkanku,” ujar Kevin tertawa.
“Ada banyak hal yang sedang ku fikirkan. Yah, salah satunya kamu,” aku tidak memangdang Kevin.
“Sudah ku yakin,” Kevin lagi-lagi tertawa.
“Kau dan aku sepupu,” tatapku pada Kevin. Begitu berat rasanya untuk mengucapkan kata-kata tersebut.
“Aku sudah tau dari dulu,” ujar Kevin datar.
Aku menatap Kevin. “Kau sudah tau?” aku tidak percaya. “Lalu kenapa kau pura-pura seperti gak tau sama sekali.”
“Buat apa?”
“Buat apa?” ujarku mengulang ucapannya. Aku benar-benar tidak percaya dengan jawaban Kevin. Mungkinkah ada yang salah denganku?. Ku buang tatapanku sejauh-jauhnya. Aku terlalu berharap dengan harapan yang tidak mungkin pasti. Yah, ini bukanlah hal yang seharusnya aku lakukan. Ku tinggalkan Kevin yang mematung sendiri. Setidaknya aku harus sadar degan apa yang ku rasakan.


 *** 
Dan kini, perasaan itu takkan pernah menjadi nyata.





Tidak ada komentar: