Selasa, 29 April 2014

DULU

Bagaimana perasaanmu ketika melihat sosok yang pernah hadir di kehidupanmu tiba-tiba hadir dihadapanmu? Apakah engkau mundur? Atau kau malah berusaha tersenyum? Atau mungkin kau mempersilahkannya duduk sambil berbincang seolah apa yang ada diantara kalian dulu tidak pernah terjadi?
Aku rasa itu mustahil terjadi. Yah, bagaimana mungkin kau biasa-biasa saja menyambutnya dengan tatapan hangat. Bagaimana mungkin kau bisa mengulas senyummu seindah bunga tulip terhadapnya? Mustahil, aku yakin mustahil terjadi. Namun, yah inilah yang terjadi padaku kali ini. Seketika itu mataku serasa ingin mencuat dari tempatnya. Jantungku juga semakin berdegup kencang. Tidak, ini tidaklah karna perasaan yang dulu kembali bersemi bak bunga di musim semi. Bukan juga karna perasaan yang dulu datang menyelinap secara merata. Bukan, bukan itu.

Ini berbeda.
Dimana ada rasa yang sulit untuk di beri makna. Dimana ada sebuah perasaan yang tak mungkin terjamah kembali. Yang pasti ini adalah perasaan yang aku sendiri sulit untuk memberi arti. Dia datang seiring dedaunan yang berguguran di musim kemarau. Dia hadir seiring kelopak bunga kembali berjatuhan. Dia kembali seperti sebuah ruang kosong yang takkan pernah terisi kembali.

Dia,
Yah dia itu memberikan sebuah celah dusta. Celah dusta dimana dulu pernah aku singgahi. Dimana dulu pernah ku jadikan singgasana bersamanya. Dan kini celah itu telah menjadi ruang hampa yang diisi oleh yang lainnya. Tidak, sebenarnya bukan orang lain. Melainkan orang yang pertama kali menjadi bagian dari hidupnya hingga kini dia slalu bersamanya. Bodoh, aku bukanlah bodoh. Hanya saja rasaku dulu yang terlalu bodoh. Namun, justru aku bahagia. Setidaknya aku pernah mengisi guci yang penuh dengan warna-warni bunga alami. Setidaknya aku pernah memahat sebuah kisah yang menjadi pelangi indah. Dan setidaknya itu adalah kisah yang bisa ku kenang bersamanya.

Setidaknya berterimakasih pada masa lalu adalah jalan yang menyenangkan.







Tidak ada komentar: