Kamis, 27 November 2014

Berbeda



            

“Karna kamu berbeda.”

            Sebuah jawaban yang simple namun cukup menggali semua rasa penasaranku. Ya, tentu saja aku penasaran tentang jawabannya. Mengapa dia menganggapku wanita spesial di antara masalalunya. Mengapa aku menjadi spesial di antara wanita yang  lainnya. Bukankah mereka juga sama denganku? Sama-sama memasuki dunia kecilnya yang indah. Bedanya, mungkin mereka hanya bayangan di masalalu sedang aku? Seperti katanya lima detik yang lalu, aku adalah wanita yang spesial di antara yang lainnya. Dan sebuah senyum tipis lagi-lagi berhasil membuatku terharu.

            “Apa yang membuatku spesial?” tanyaku lagi dengan menutup mata. Aku ingin merasakan hadirnya yang jauh di sana meski hanya lewat imajinasiku. Kudengar hembusan napas pelan dari via telpon. Aku yakin saat ini ia sedang mengingat sesuatu tentangku.

            “Karna kamu berbeda,” ulangnya lagi.

            Berbeda? Bukankah tadi dia juga mengatakan hal yang sama? Lalu dimana letak jawaban yang sesungguhnya.? Dan aku benar-benar tidak mampu mengusik rasa penasaranku tentang jawaban kedua kalinya. Aku memang wanita yang memiliki rasa ingin tahu yang besar namun kali ini sebuah jawaban yang mengharuskan untuk diam. Diam? Ya, aku memang diam namun lagi-lagi aku tak mampu menahan rasa penasaranku. Sebuah sikap yang semestinya kubuang sejauh mungkin.

            “Hayolah, apa yang membuatku spesial di matamu. Apa yang membuatku berbeda dari mereka?” tuh kan! Aku masih saja bertanya.

            “Aku bingung untuk menjawabnya,” ujarnya.

            Baiklah. Mungkin sebuah pertanyaan tidak harus memiliki sebuah jawaban yang sesuai dengan keinginan. Tapi, apa tidak satu jawabanpun bisa mengusik penasaranku?

            “Aku dan mereka sama tidak ada yang berbeda. Hanya saja dalam menyelesaikan masalah mungkin semua orang berbeda termasuk aku.” Entah dari mana kata-kata itu terucap. Yang kutau dalam benakku hanya kalimat itu yang berputar.

            “Nah, itu!”

            Itu? Mataku menyapu seisi ruangan. Ruangan yang slalu kujadikan tempat ku bercerita denganya setiap malam. Tempat yang telah menjadi saksi bahwa aura wajahku yang memerah merona setiap akhir pembicaraanku dengannya. Jika bisa kulukiskan pesona warna-warni dalam kemayu wajahku pastilah seribu lembaranpun tak mampu menghitungnya. Ah, tak mampu lagi rasanya mengungkapkan segala sesuatu. Yang berada dalam benakku yang kutau bahwa setiap kalimat yang terucap darinya adalah bingkisan tak bisa terwujud.

            Lalu...

            Lalu, aku kembali meringkuk pada pelita yang berwarna jingga.



Jakarta, 26 Okt'14

            

Tidak ada komentar: